Apa yang muncul pertama kali saat masyarakat mendengar dua kata populis ini “PENCAK SILAT”?. Kebanyakan akan langsung men-justice “biang rusuh, arogan, tawuran, anarkisme, ketinggalan zaman (jadul) dll”. Hal ini tidak sepenuhnya salah karena pencak silat adalah memang produk budaya yang telah lama hidup dan berkembang di nusantara yang diwariskan secara turun temurun, tapi pernyataan seperti itu tidak sepenuhnya juga dapat dibenarkan, karena tidak semua “pendekar” seperti mempunyai attitude demikian. Masyarakat beranggapan seperti itu karena melihat kenyataan di permukaan. Realitas sosial yang menunjukkan, bahwa tawuran dan biang rusuh, misal dalam acara-acara perayaan adalah para pesilat itu sendiri. Yang lebih miris lagi dengan mengenakan simbol2 dan identitas pencak silat, sebuah simbol yang mestinya dijunjung tinggi dan dijaga nama baiknya.
Awalnya penulis tak mau repot memikirkan hal ini. Tapi akhirnya kepikiran juga, terdorong karena perasaan menjadi bagian dan pengagum seni bela diri pencak silat sebagai produk budaya bangsa yang mesti dijaga dan dilestarikan, sehingga semacam ada keterpanggilan untuk bersama-sama belajar lagi dan merevitaliasasi pemahaman tentang hakikat pencak silat, mengingat kembali falsafah pencak silat sebagai identitas ketimuran, identitas sebuah bangsa yang luhur, yang sangat menjunjung tinggi etika dan estetika.
Jika mau menengok ke belakang, pencak silat merupakan salah satu wujud kebudayaan nasional, pusaka warisan leluhur bangsa yang harus dilestarikan. Pencak silat merupakan “kemanunggalan” seni, olah fisik, serta olah batin yang masing –masing saling berkaitan dan tak dapat dipisah-pisahkan. Pencak silat merupakan tindak lanjut dari seni. Di sini seni tidak lagi hanya dinikmati sebagai seni saja dan berhenti menjadi kulit dan ekspresi keindahan semata, tetapi telah digunakan, dimanfaatkan bersama unsur-unsur lain menjadi suatu kreasi budaya yang mempunyai daya guna terhadap kehidupan manusia lahir maupun batin. Pergeseran pemahaman dangkal bahwa pencak silat hanya sebatas pada olah fisik dan menonjolkan kekuatan lahiriah semata bukan tanpa sebab, banyak faktor eksternal yang mempengaruhinya. Salah satu yang menonjol adalah masuknya beladiri “impor” ke Nusantara pada dekade 60-70an. Ditunjang menjamurnya film-film tentang beladiri impor tersebut yang lebih menonjolkan kekuatan fisik semata serta promosi yang gencar dilakukan melalui parade maraton keliling kota dengan atraksi-atraksinya mengaburkan mata masyarakat bahwa pencak silat dan beladiri impor adalah sama, semata-mata adalah hanya menonjolkan kekuatan fisik semata. Sehingga melupakan unsur kerohanian atau batiniah yang pada prinsipnya sangat penting sebagai kendali diri.
Dalam kamus pencak silat, tabu menonjolkan superioritas dan kekuatan (dahulu kala), begitu juga dengan promosi dan parade dengan menunjukkan kedigdayaan. Seperti memecah balok es, mematahkan per andong, batu-bata, dan tubuhnya tidak mempan dengan bacok. Tapi nampaknya sekarang paradigma itu telah tergeser, dan terjadi akulturasi metode. Perguruan-perguruan pencak silat yang terhimpun dalam IPSI telah mengadopsi “cara impor” sebagai media untuk mempertahankan eksistensi. Ini seperti halnya dua sisi mata uang, satu sisi mempunyai dampak positif dengan bertambahnya anggota sehingga upaya untuk melestarikan budaya dan tradisi silat sebagai warisan budaya bangsa lebih mudah, namun disisi lain jika tidak benar-benar kuat pondasi kerohanian yang diberikan saat masa penggemblengan di kawah “candradimuka”, maka akan sangat berbahaya. Ibaratnya beternak harimau untuk dilepaskan kembali ke alam bebas tanpa batas kendali, tanpa peringatan bahwa tangan dan kaki bisa menjadi pedang belati, bisa mencelakakan orang lain maupun diri-sendiri.
Perilaku adalah produk budaya, begitu juga pencak silat. Sebagai produk otentik dan khas suatu kebudayaan, tentu “olah kanuragan” atau beladiri, tumbuh berdasarkan sikap budaya masyarakat yang bersangkutan, unsur gerak, falsafah gerak semuanya didukung faktor budaya, baik yang universal maupun kontekstual. Pencak silat bagaimanapun juga tidak bisa meninggalkan sepenuhnya ciri kepribadian ketimuran yang dimiliki, meski inovasi adalah sebuah keniscayaan. Pesilat hidup di tengah-tengah masyarakat, menjadi bagian integral dari masyarakat. Kehadirannya sudah semestinya “Memayu Hayuning Bawono”, mampu menjadi pengayom masyarakat, menciptakan sebuah harmoni di masyarakat, dan memunculkan rasa aman akan kehardirannya, bukan malah merusak harmoni dan menimbulkan kekacauan di lingkungan.
PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE RANTING TUGU TRENGGALEK
SARANA INFORMASI DAN TEMU KADHANG PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE RANTING TUGU
Thursday, 2 June 2016
Judul: “Masihkah PENCAK SILAT sebagai sebuah HARMONI?”
Wednesday, 1 June 2016
Kumpul Rukun, Ora Kumpul Ya Rukun
MADIUN-Ketua Majelis Luhur SH Terate,Ir. RB Wijono, menegaskan, kerukunan mutlak diperlukan untuk lebih memacu dinamika dharma dalam berorganisasi. “Wasiat leluhur Persaudaraan SH Terate mengatakan, kumpul ora kumpul waton rukun, luwih becik maneh yen bisa kumpul lan rukun, “ katanya.
Mas Wie, panggilan RB Wijono, mengatakan itu usai mengukuhkan Pengurus Persaudaraan SH Terate Pusat Madiun, Sabtu,7 Mei 2016. Acara ini dihadiri sekitar 1500 utusan Cabang SH Terate dari seluruh Indonesia dan tamu undangan.
Menurut Mas Wie kerukunan merupakan roh penggerak dinamika organisasi. Contohnya, karya yang dihasilkan penitia pengukuhan pengurus pusat. “Satu hal yang saya yakini, saudara suadaraku mampu menyajikan semua ini, karena didasari semangat pengabdian dan persaudaraan yang tinggi pada organisasi tercinta,” ujarnya.
Kata lain, demikian Ketua Majelis SH Terate Pusat Madiun, jika semangat pengabdian dan jalinan persaudaraan mampu terjalin menjadi motor penggerak dinamika organisasi, Persaudaraan SH Terate akan jaya, kekal, abadi sepanjang masa. Persaudaraan SH Terate akan jaya, kekal, abadi untuk selama-lamanya.
Konsepsi ini, jelas Mas Wie, sesuai dengan amanah yang telah beliau, para pendiri dan pendahulu SH Terate wasiatkan kepada kita dan tersurat dalam priambole SH Terate. Yakni yang berbunyi, “Maka SETIA–HATI pada hakekatnya tanpa mengingkari segala martabat-martabat keduniawian, tidak kandas/tenggelam pada pelajaran pencak silat sebagai pendidikan ketubuhan saja, melainkan lanjut menyelami kedalam lembaga pendidikan kejiwaan untuk memiliki sejauh-jauh kepuasan hidup abadi lepas dari pengaruh rangka dan suasana.”
Acara Pengukuhan Pengurus Pusat SH Terate, berjalan dalam suasana sejuk, damai dan bersaudara. Laiknya acara reoni antar kadang. Malam harinya, acara dilanjut tasyakuran warga baru dengan menggelar wayangan semalam suntuk Ki Dalang Manteb Soedarsono, dari Karangnyar.
Gelar wayang semalam suntuk dengan lakon Wisnu Manunggal ini ditempatkan di Lapangan Kelurahan Nambangan Kidul, tepat di sebelah barat Padepokan Agung SH Terate.(elpos)
Mas Arief Resmi Dikukuhkan Sebagai Anggota Mejelis Luhur SH Terate
Lawupos Santun dan Bermartabat
Mas Arief Resmi Dikukuhkan Sebagai Anggota Mejelis Luhur SH Terate
Oleh lawupos on 9 May 2016 Dilihat sebanyak : 1,547 Kali
arif mas sip
MADIUN- Drs. H. Arief Suryono resmi dikukuhkan sebagai anggota Majelis Luhur SH Terate masa bhakti 2016-2021. Dengan demikian, kini anggota Mejelis Luhur SH Terate genap berjumlah Sembilan orang.
Prosesi pengukuhan Mas Arief, panggilan Arief Suryono, dipimpin Ketua Mejelis Luhur SH Terate Ir. RB Wijono, bareng pelantikan Pengurus Pusat SH Terate, di Graha Wiratama, Sabtu, 7 Mei silam.
Delapan anggota Majelis Luhur SH Terate telah ditetapkan pada Parapatan Luhur SH Terate 2016, di Asrama Haji Jakarta, Mei lalu. Selengkapnya, Sembilan orang yang menduduki amanah sebagai Mejelis Luhur SH Terate adalah : Ir. RB Wijono (ketua, merangkap anggota), Cahyo Wilis Gerilyanto, SH.MH. M.Mar (sekretaris), Drs. Isbiantoro (anggota), Ir. Sentot Sutikno (anggota), Drs. Edie Asmanto (anggota), Dr. Jarot Santoso (anggota), Gunawan, Junaedi, S.Sos dan Drs. Arief Surjono.
Mas Arief, sebelumnya menjabat sebagai Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun, menggantikan Kolo Inf Ricard Simorangkir. Warga Tingkat II asli Madiun yang kini juga berdomisili di Kota Madiun ini, merupakan aktivis SH Terate.
Sebelum mengemban amanah sebagai pengurus pusat, Mas Arief diberi kepercayaan menduduki posisi Ketua DKP Madiun dalam beberapa periode. Mantan Sekwan DPRD Kota Madiun ini, juga beberapa kali menduduki posisi pimpinan pusat. (elpos)
MEMORY

Kegiatan PSHT RAnting Tugu
Calon warga 2015
